Variasi
atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga
Kridalaksana (1974) mendefenisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik
yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi
ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan.
1.1 Variasi Bahasa
Dalam
hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau
ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu
dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi
sebagai dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikan
penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial
maupun lapangan pekerjaannya, maka variasi atau keragaman itu tidak ada;
artinya, bahasa itu menjadi ragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya
sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua
pandangan ini dapat saja diterima atau pun ditolak. Yang jelas, variasi atau
ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial
adan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial.
Variasi bahasa itu pertama-tama kita bedakan
berdasarkan penutur dan penggunaannya. Berdasarkan penutur berarti, siapa yang
menggunakan bahasa itu, dimana tinggalnya, bagaimana kedudukan sosialnya di
dalam masyarakat, apa jenis kelaminnya, dan kapan bahasa itu digunakannya.
Berdasarkan penggunaannya, berarti bahasa itu digunakan untuk apa, dalam bidang
apa, apa jalur dan alatnya, dan bagaimana situasi keformalannya.
1.1.1
Variasi
dari Segi Penutur
Variasi bahasa pertama
yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut
idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep
idiolek, setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya
masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “ warna: suara, pilihan
kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagaianya. Namun yang paling dominan
“ warna “ suara itu, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat
mengenalinya.
Variasi bahasa kedua
berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari
sekelompok penutur yang jumlahnya re;atif, yang berada pada satu tempat,
wilyah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area
tempat tinggal pneutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek
regional atau dialek geografi.Penggunaan istilah dialek dan bahasa dalam
masyarakat umu memang seringkali bersifat ambigu. Secara linguistik jika
masyarakat tutur masih saling mengerti, maka alat komunikasinya adalah dua
dialek dari bahasa yang sama. namun secra politis, meskipun dua amsyarakat
tutur bisa saling mengerti karena kedua alat komunikasi verbalnya mempunyai
kesamaan sistem dan subsistem, tetapi keduanya dianggap sebagai dua bahasa yang
berbeda.
Variasi ketiga
berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni
variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang
digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Variasi bahasa ketiga zaman itu trenyata berbeda, baik dari segi lafal, ejaan,
morfologi, maupun sintaksis.
Variasi bahasa yang
keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek
sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi ini adalah yang paling
banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya,
karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti
usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial
ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita bisa melihat perbedaan variasi
bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan
orang-orang yang tregolong lansia (
lanjut usia ).Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat,
goglongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang
variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon,
argot dan ken.
1.1.2
Variasi
dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa
berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk
keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer,
pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan
keilmuan. Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak
cirinya adalah dalam bidang kosakata.
Variasi bahasa
berdasarkan fungsi ini lazim disebut register. Dalam pembicaraan tentang
register ini biasanya dikaiatkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan
dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, di mana, dan kapan, maka register
berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.
1.1.3
Variasi
dari Segi Keformalan
Berdasarkan tingkat
keformalannya, Martin Joos ( 1967 ) dalam bukunya the Five Clock membagi
variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya
atau ragam resmi ( formal ), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya atau
ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab(intimate).
Ragam beku adalah variasi
bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan
upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di mesjid,
tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte notaris, dan
surat-ssurat keputusan. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara mantap, tidak bileh diubah.
Ragam resmi atau formal
adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas,
surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebgainya. Pola
dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan
secara mantap sebagai suatu standar.
Ragam usaha adalah
variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan
rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.
Ragam santai adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan dalam situasi tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat,
beroleh raga, berekreasi, dan sebagainya.
Ragam akrab aalah
variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah
akrab, seperti antaranggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib. Ragam
ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan
dengan artikulasi yang sering tidak jelas.
1.1.4
Variasi
dari Segi Sarana
Variasi bahasa dapat
pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dpat
disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa
dengan menggunakan srana atau alat tertantu, yakni misalnya dalam bertelepon dn
bertelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada
kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang
tidak sama.
1.2 Jenis Bahasa
Penjenisan
secara sosiolinguistik berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa atau
bahasa-bahasa itu yakni faktor sosiologis, politis, dan kultural.
1.2.1
Jenis
Bahasa Berdasarkan Sosiologis
Penjenisan berdasarkan
faktor sosiologis, artinya penjenisan itu tidak terbatas pada struktur internal
bahasa, tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem
linguistik lain, dan pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Stewart, menggunakan empat dasar untuk penerimaan bahasa-bahasa secara
sosiologi, yaitu:
1. Satndardisasi,
adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat
pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian
“ bahasa yang benar “.
2. Otonomi, sebuah sistem linguistik disebut
mempunyai keotonomian kalau sistem linguistik itu memiliki kemandirian sistem
yang tidak berkaitan dengan bahasa lain.
3. Historis,
sebuah sistem linguistik dianggap mempunyai historitas kalau diketahui atau
dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu.
4. Vitalitas,
adalah pemakain sistem linguistik oleh satu masyarakat penutur asli yang tidak
terisolasi. Unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut
memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.
1.2.2
Jenis
Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
Berdasarkan sikap
politik atau sosial politik kita dapat membedakan adanya bahasa nasional,
bahasa resmi, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Perbedaan ini dikatakan
berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat kaitannya dengan
kepentingan kebangsaan.
Sebuah sistem
linguistik disebut sebagai bahasa nasional, seringkali juga disebut bahasa
kebangsaan, adalah kalau sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa
sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu. Yang dimaksud dengan bahasa negara adalah
sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah
dasar negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Yang dimaksud
dengan bahasa resmi adalah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan
dalam suatu pertemuan, seperti eminar, konferensi, rapat, dan sebagainya.
Pengangkatan satu sistem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan
oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu
merupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa
persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu
kesatuan bangsa.
1.2.3
Jenis
bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
Berdasarkan tahap
pemerolehannya dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama, dan bahsa
kedua, dan bahasa asing. Yang disebut bahasa ibu adalah satu sistem linguistik
yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluargayang
memelihara seorang anak. Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama karena
bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya. Yang bukan bahasa ibunya, maka
bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua. Andai kemudian si anak
mempelajari bahasa lainnya lagi, maka bahasa yang dipelajari terakhir ini
disebut bahsa ketiga dan begitu selanjutnya. Yang disebut bahasa asing akan
selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Disamping itu penamaan bahasa
asing ini juga bersifat politis, yaitu bahsa yang digunakan oleh bangsa lain. Maka itu bahasa Malaysia,
bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Cina adalah bahasa aasing bagi bangsa
Indonesia. sebuah bahasa asing, bahasa yang bukan milik suatu bangsa dapat
menjadi bahasa kedua, kalau dipelajari setelah menguasai bahasa ibu.
1.2.4
Lingua
Franca
Lingua franca adalah
sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh
para partisipan yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para
partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan sistem linguistik menjadi sebuah
lingua franca adalah berdasarkan adanya kealingpahaman di anatara sesama
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan
Leonie Agustina. 2010. Sisiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar