Chaer (2007: 299) menjelaskan “Antonim atau
antonimi adalah hubungan semantik antara dua bauh satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang
lain”. Chaer
(2009:88) menjelaskan bahwa antonim berarti nama lain untuk benda lain pula.
Disimpulkan daari asal kata antonimi yaitu anoma yang artinya nama dan inti
yang artinya melawan kata-kata ini berasal dari bahasa Yunani kuno. Verhaar dan Chaer (2009:89) mendefinisikan
antonim sebagai berikut:
Ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya dengan kata
bagus adalah berantonimi dengan kata buruk; kata besar adalah berantonimi
dengan kata kecil; dan kata membeli berantonimi dengan kata menjual. Hubungan makna antara
dua buah kata yang berantonim bersifat dua arah.
Aminuddin (1985:122) menjelaskan bahwa antonim adalah kata-kata yang maknanya
bertentangan. Kridalaksana (2008:17) antonim adalah leksem yang berpasangan
secara antonimi. Antonimi adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang
dapat dijenjangkan, misalnya dalam tinggi: rendah ‘tidak tinggi’ tidak berarti
‘rendah’. Hubungan makna antara dua buah kata yang
berantonim bersifat dua arah.
Parera (2004:71) menjelaskan bahwa pertentangan
adalah hubungan yang menyangkut dua benda yang dapat ditempatkan dalam beberapa
posisi atau keadaan sebagai berikut: (1) dua benda itu dapat dihubungkan dengan
satu garis lurus yang ditarik dari satu ke yang lain; (2)dua benda itu terletak
pada ujung dari sebuah aksis atau diameter, atau sejenisnya; (3) dua benda itu
bersambung, tetapi letaknya berhadapan; (4) dau benda itu berhadapan ; jarak
antara tidak menjadi akibat; (5) mereka berpisah atau bercerai satu dari yang
lain; (6) mereka bekerja saling berlawanan; (7) mereka tidak dapat berada
bersama-sama karena mereka bertentangan; (8) mereka menunjukkan dua muka yang
berbalikan. Secara logikal, antonim dibedakan atas kontardiksi dan kontrer. Dua
makna dikatakan berkontadiksi atau berada dalam posisi kontradiksi ialah dua
makna yangs aling mengucilkan dan menolak kemunculannya bersama-sama dalam satu
proposisi atau kalimat pernyataan; jika yang satu benar, maka yang lain salah.
Dua kata atau proposisi dikatakan dalam posisi kontrer jika dua kata atau
proposisi itu tidak mungkin sama-sama
benar, tetapi ada kemungkinan keduanya salah. Leech dalam Parera (2004: 73)
membedakan pertentangan kontrer menjadi dua yaitu: (1) pertentangan makna
beranting dan (2) pertentangan makna polaris.
Antonim
terdapat pada semua tataran bahasa: tataran morfem, kata, frase dan kalimat.
Tetapi tidak mudah mencari contohnya dalam setiap bahasa. Chaer (2010:89)
menjelaskan bahwaa dalam bahasa Indonesia untuk tataran morfem (terikat)
barangkali tidak ada; tetapi dalam bahasa Inggris ada, contohnya: thankful dengan thankless, ful dan less berantonim; antara progresif dengan regresif, pro dan re- berantonim; juga antara bilingual
dengan monolingual, bi dan mono berantonim.
Tarigan (2009: 30) menjelaskan bahwa antonim terdiri atas anti atau ant yang berarti “lawan” ditambah akar kata onim atau anuma yang berarti “nama”, maka antonim adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata lain. Dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia, antonim biasanya diartikan sebagai lawan kata. Banyak orang yang tidak setuju dengan hal ini, sebab pada hakikatnya yang berlawanan bukan kata-kata itu, melainkan makna dari kata-kata itu yang berlawanan. Maka, mereka yang tidak setuju dengan istilah lawan kata menggunakan istilah lawan makna.
Pateda (2001: 206) menjelaskan makna harfiah dari
antonimi adalah nama lain untuk benda yang laian. Verhaar dalam Pateda
(2001:207) menjelaskan “Antonim adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat
juga frasa atau kalimta) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain”.
Verhaar dalam Padeta (2001: 208) menbedakan antonim
berdasarkan sistem sebagai berikut:
1. Antonim
antarkalimat, misalnya dia sakit dan dia tidak sakit.
2. Antonim
antarfrasa, misalnya secara teratur dan secara tidak teratur.
3. Antonim
antrakata, misalnya makan dan minum.
Faizah (2010: 74) menjelaskan bahwa
antonim adalah relasi antarkata yang bertentangan atau berkebalikan maknya.
Istilah antonim digunakan untuk oposisi makna dalam pasangan leksikal bertaraf,
seperti panas dengan dingin. Antonim ini disebut bertaraf
karena antara panas dengan dingin masih ada kata-kata lain seperti hangat, dan suam-suam kuku. Oposisi makna dalam pasangan pasangan leksikal
tidak bertaraf yang maknanya bertentangan disebut oposisi komplementer, seperti
jantan dan betina. Relasi antarkaraada juga yang maknanya berkebalikan,
seperti kata suami denga istri “Jika Tina istri Tono, berarti Tono suami Tini”.
Antonim sama halnya dengan sinonim tidak bersifat
mutlak. sehubungan dengan itu banyak pula yang menyebutnya oposisi makan.
Dengan istilah oposisi, maka tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan
sampai kepada yang hanya bersifat kontras saja.
Berdasarkan sifatnya oposisi dapat dibedakan menjadi:
1. Oposisi
Mutlak
Pada
Oposisi mutlak terdapat pertentangan makna secara mutlak, yaitu maknanya
benar-benar bertentangan dan sudah mutlak tidak dapat diubah lagi. Cotohnya,
kata hidup dan mati. Antara hidup dan mati terdapat batas yang mutlak, sebab
sesuatu yang hidup tidak (belum) mati; sedangkan sesuatu yang mati tentu sudah
tidak hidup lagi.
2. Oposisi
Kutub
Makna
kata-kata yang termasuk oposisi kutub ini pertentangannya tidak bersifat
mutlak, melainkan bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada
kata-kata tersebut. Contohnya, kata kaya
dan miskin adalah dua kata yang
beroposisi kutub. Pertentangannya tidak mutlak. Orang yang tidak kaya belum tentu merasa muskin, dan begitu juga dengan orang
yang miskin belum tentu merasa tidak kaya. Itu sebabnya kata-kata yang
beroposisi kutub ini bersifat relatif, sukar ditentukan batsnya yang mutlak.
Bisa juga dikatakan batasnya bergeser, tidak tetap pada suatu titik. Kalau
didiagramkan keadaan tersebut menjadi sebagai berikut:
Kutub
A
kaya
----------------------------------------------------------batas
miskin
Kutub
B
Kata-kata
yang beroposisi kutub pada umumnya adalah kata-kata dari kelas adjektif, seperti
jauh-dekat, pajang-pendek, tinggi-rendah, terang-gelap, dan luas-sempit.
3. Oposisi
Hubungan
Makna
kata-kata yang beroposisi hubungan (relasional) bersifat saling melengkapi.
Kehadiran kata yang satu karena ada kata yang lain yang menjadi oposisinya.
Tanpa kehadiran keduanya maka oposisi ini tidak ada. Contohnya, kata menjual beroposisi dengan kata membeli. Kata menjual dan membeli
walaupun maknanya berlawakan, tetapi proses kejadiannya berlangsung serempak.
Proses menjual dan proses membeli terjadi pada waktu yang
bersamaan, sehingga bisa dikatakan tidak akan ada proses menjual jika tidak ada proses membeli.
4. Oposisi Hierarkial
Makna
kat-kata yang beroposisi hierarkial menyatakan suatu deret jenjang atau
tingkatan. Oleh karena itu kata-kata yang beroposisi hierarkial ini adalah
kata-kata yang berupa danam satuan ukuran (berat,pajnag, dan isi), nama satuan
hitung dan penanggalan, nama jenjang kepangkatan, dan sebagainya. Contohnya,
kata meter beroposisi hierarkial
dengan kata kilometer karena berada
dalam deretan nama satuan yang menyatakan ukuran panjang. Kata kuintal dan ton beroposisi secara hierarkial karena keduanya berada dalam
satuan ukuran yang menyatakan berat.
5. Oposisi
Majemuk
Dalam
perbendaharaan kata Indonesia ada kata-kata yang beroposisi terhadap lebih dari
sebuah kata. Contohnya, kata berdiri bisa beroposisi dengan kata duduk, dengan kata berbaring, dengan kata berjongkok.
Keadaan seperti ini lazim disebut dengan istilah oposisi majemuk.
duduk
berbaring
berdiri tiarap
berbaring
berdiri tiarap
berjongkok
Fromkim
dkk dalam Tarigan (2009: 36) menjelaskan bahwa sebenarnya antomin yang beraneka
ragam dapat diklasifikasikan atas beberapa pasangan sebagai berikut:
1. Pasangan
Komplementer
Pasangan
komplementer yaitu pasangan yang saling melengkapi, di mana yang satu tidaklah
lengkap atau tidak sempurna bila tidak dibarengi oleh yang satu lagi. Contoh:
kata hidup berantonim dengan kata mati. Pasangan antonim hidup-mati terasa saling melengkapi satu
sama lain. Makna kata hidup lebih tepat bila dipertentangkan dengan kata mati.
Apabila kata A dapat digantikan dengan kata bukan /tidak A sebagai lawannya,
maka kedua kata itu disebut berantonim.
2. Pasangan
Perbandingan (gradabel)
Suatu
antonim disebut pasangan gradabel apabila penegatifan suatu kata tidaklah
bersinonim dengan kata yang yang lain. Contoh: seseorang yang tidak senang tidak perlu atau belum
tentu sedih.
Satu
hal yang perlu diperhatikan dan juga dianggap benar mengenai antonim yang
merupakan pasangan gradabel ini ialah kelebihan sesuatu merupakan kekurangan
yang lainnya. Contoh:
Lebih besar adalah
kurang kecil
Lebih tinggi adalah kurang rendah
Ciri
lain sejumlah pasangan antonim gradabel ialah yang satu berciri atau bertanda
(marked) dan yang satu lagi tidak berciri atau tidak bertanda (ummarked).
Anggota pasangan yang tidak berciri atau tidak bertanda itu biasanya dipakai
dalam pertanyaan-pertanyaan yang ada hubungannya dengan kadar atau tingkat
(degree). Contoh:
Berapa
tingginya? bukan Berapa rendahnya?
Berapa
jauhnya? Bukan Berapa dekatnya?
3. Pasangan
Relasional
Ada
pula sejenis antonim yang memperlihatkan kesinambungan makna anggota
pasangannya. Antonim yang sseperti itu disebut antonim relasional, karena antara
anggota pasangan antonim itu terdapat hubungan yang erat. Contoh: kalau si A
adalah guru si B, maka si B adalah murid si A.
Guru
– Murid
Pengajar
– Pelajar
4. Pasangan
Resiprokal
Ada
pula sejenis antonim yang mengandung pasangan yang berlawanan atau bertentangan
dalam makna tetapi juga secara fungsional berhubungan erat; hubungan itu justru
hubungan timbal balik. Antonim seperti itu disebut antonim resiprokal.
Contohnya: membeli – menjual. Kedua kata ini berlawanan maknanya tetapi secara
fungsional berhubungan erat secara timbal balik.
5. Pasangan
Hiponim
Ada
sejenis antonim yang agak istimewa, yang sering dipakai dan memang penting
dalam nomenklatur (tatanama) ilmiah dan analisis semantik, yang disebut
hiponim. Dalam hiponim ini, sebenarnya salah satu dari pasangan kata itu
tidaklah berlawanan atau bertentangan sepenuhnya dengan yang satu lagi, tetapi
justru yang satu mencakup yang lain. Contoh:
Vertebrata
mencakup ikan, reptil (binatang
melata)
Universitas mencakup fakultas, departemen, jurusan
Sastra
mencakup puisi, prosa,
drama
DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin. 1988. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung:
C.V. Sinar Baru.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru: Cendikia
Insani.
Padeta, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Parera,J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Sartuni,
Rasjid dkk. 1987. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Nina
Dinamika.
Tarigan, Henry Guntur.
2009. Pengajaran Semantik. Bandung:
Angkasa.
Varhaar.
1992. Pengantar Linguistik.Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar